Hukum Buzzer dalam Islam
Di zaman ini, media sosial penuh dengan hal-hal yang bisa mengarahkan manusia kepada kebaikan sekaligus keburukan. Dalam perkembangannya, media sosial dijadikan sebagai tempat untuk mendapatkan uang. Baik dengan cara yang halal, seperti dilakukan oleh para pedagang. Atau yang haram, seperti perbuatan menyebarkan aib orang lain yang dilakukan oleh buzzer.
Dilansir oleh detik, buzzer adalah orang yang memanfaatkan akun sosial media miliknya guna menyebarluaskan informasi atau melakukan suatu promosi maupun iklan dari suatu produk atau jasa pada perusahaan atau instansi. Tugas mereka adalah menginformasikan, mengkampanyekan sebuah informasi secara berulang untuk menimbulkan ‘kebisingan’ di tengah audiens.
Kata buzzer sendiri mengalami peyorasi sehingga identik dengan satu entitas tertentu yang mengkampanyekan keburukan atau menggali keburukan orang lain. Lantas, bagaimana pandangan Islam tentang orang-orang yang berkecimpung di buzzer? Apakah pernah terjadi hal yang serupa dengan apa yang dilakukan oleh buzzer ini? Sebelum menjawab terkait hukum, di zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama pernah terjadi kisah yang kita sangat kenal bersama dan merupakan dampak dari ulah buzzer keburukan, yaitu orang-orang munafik. Atau yang lebih dikenal dengan peristiwa Al-Ifk.
Diceritakan oleh ‘Urwah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhu, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, tentang bagaimana kesedihan beliau menghadapi desas-desus tidak baik tentang hal ini. Sampai kemudian Allah ‘Azza Wajalla menurunkan ayat yang isinya membersihkan desas-desus tersebut dari diri ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha,
اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ لَوْلَآ اِذْ سَمِعْتُمُوْهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بِاَنْفُسِهِمْ خَيْرًاۙ وَّقَالُوْا هٰذَآ اِفْكٌ مُّبِيْنٌ لَوْلَا جَاۤءُوْ عَلَيْهِ بِاَرْبَعَةِ شُهَدَاۤءَۚ فَاِذْ لَمْ يَأْتُوْا بِالشُّهَدَاۤءِ فَاُولٰۤىِٕكَ عِنْدَ اللّٰهِ هُمُ الْكٰذِبُوْنَ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِيْ مَآ اَفَضْتُمْ فِيْهِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ اِذْ تَلَقَّوْنَهٗ بِاَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُوْلُوْنَ بِاَفْوَاهِكُمْ مَّا لَيْسَ لَكُمْ بِهٖ عِلْمٌ وَّتَحْسَبُوْنَهٗ هَيِّنًاۙ وَّهُوَ عِنْدَ اللّٰهِ عَظِيْمٌ ۚ وَلَوْلَآ اِذْ سَمِعْتُمُوْهُ قُلْتُمْ مَّا يَكُوْنُ لَنَآ اَنْ نَّتَكَلَّمَ بِهٰذَاۖ سُبْحٰنَكَ هٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيْمٌ يَعِظُكُمُ اللّٰهُ اَنْ تَعُوْدُوْا لِمِثْلِهٖٓ اَبَدًا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ۚ وَيُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ اِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ اَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌۙ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ وَاَنَّ اللّٰهَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ ࣖ ۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ وَمَنْ يَّتَّبِعْ خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ فَاِنَّهٗ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ مَا زَكٰى مِنْكُمْ مِّنْ اَحَدٍ اَبَدًاۙ وَّلٰكِنَّ اللّٰهَ يُزَكِّيْ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ وَلَا يَأْتَلِ اُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ اَنْ يُّؤْتُوْٓا اُولِى الْقُرْبٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَالْمُهٰجِرِيْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۖوَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ اِنَّ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنٰتِ الْغٰفِلٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ لُعِنُوْا فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ يَّوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَاَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ يَوْمَىِٕذٍ يُّوَفِّيْهِمُ اللّٰهُ دِيْنَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُوْنَ اَنَّ اللّٰهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ ࣖ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah kelompok di antara kamu (juga). Janganlah kamu mengira bahwa peristiwa itu buruk bagimu, sebaliknya itu adalah baik bagimu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Adapun orang yang mengambil peran besar di antara mereka, dia mendapat azab yang sangat berat. Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka terhadap kelompok mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu? Dan (mereka) berkata, ‘Ini adalah (berita) bohong yang nyata?’ Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak datang membawa empat saksi? Karena tidak membawa saksi-saksi, mereka itu adalah para pendusta dalam pandangan Allah. Seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang sangat berat disebabkan oleh pembicaraan kamu tentang (berita bohong) itu.
(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut, kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu masalah besar. Mengapa ketika mendengarnya (berita bohong itu), kamu tidak berkata, ‘Tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Mahasuci Engkau. Ini adalah kebohongan yang besar.’ Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali mengulangi seperti itu selama-lamanya jika kamu orang-orang mukmin. Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya) kepadamu. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Sesungguhnya orang-orang yang senang atas tersebarnya (berita bohong) yang sangat keji itu di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang sangat pedih di dunia dan di akhirat. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu dan (bukan karena) Allah Maha Penyantun lagi Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan! Siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia (setan) menyuruh (manusia mengerjakan perbuatan) yang keji dan mungkar.
Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya. Akan tetapi, Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan (rezeki) di antara kamu bersumpah (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(-nya), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sesungguhnya orang-orang yang menuduh perempuan baik-baik, polos, dan beriman (dengan tuduhan berzina), mereka dilaknat di dunia dan di akhirat dan mereka akan mendapat azab yang besar pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Pada hari itu, Allah menyempurnakan balasan yang sebenarnya bagi mereka dan mereka mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Benar lagi Maha Menjelaskan.
Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang baik) itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.” (QS. An-Nur: 11-26)
Baca juga: Menjaga Lisan di Era Media Sosial
Hukum buzzer dalam Islam
Ada sebuah kaidah fikih yang merupakan turunan dari ‘perbuatan itu tergantung tujuannya’ yang berbunyi,
العبرة في العقود بالمقاصد والمعاني، لا بالألفاظ والمباني
“Yang menjadi fokus perhatian dalam sebuah akad/transaksi adalah maksud dan hakikat akad tersebut, bukan sekedar namanya saja.” (Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah baina Al-Ashalah wat-Taujih, 3: 3)
Ilustrasi sederhananya adalah sebagai berikut. Bahwa meskipun banyak pemuda/i ajnabi mengemas hubungan mereka dengan nama ta’aruf, akan tetapi jika dalam prosesnya mereka melakukan hal yang diharamkan, seperti berpegangan tangan, berduaan di tempat yang sepi, dan sebagainya, maka hubungan mereka, sebaik apapun mereka namai, tetap diharamkan oleh Allah ‘Azza Wajalla. Karena yang menjadi fokus penilaian adalah hakikat dari hubungan tersebut, dan bukan namanya.
Begitu pun hukum menjadi seorang buzzer, maka kita harus merinci berdasarkan definisi bahasa. Yang harus didudukkan adalah informasi apa yang mereka kerjakan? Kampanye apa yang mereka suarakan? Atas dasar apa mereka dipekerjakan? Jika kampanye yang dimaksud adalah menyebarkan kebaikan seperti video-video kajian sehingga lebih meluas jangkauannya, poster-poster nasihat sehingga akan lebih banyak orang yang membacanya, maka sebatas ini adalah sesuatu yang diperbolehkan. Termasuk yang dilakukan sebagian orang di zaman sekarang dengan menjadi buzzer di media sosial agar informasi kondisi saudara kita di Palestina terus diberitakan dan mendapat perhatian dunia, maka itu merupakan kebaikan.
Akan tetapi, jika makna peyoratif yang tersemat pada kata buzzer di zaman sekarang yang dimaksud, maka hal tersebut adalah hal yang diharamkan. Yaitu, menjadi buzzer adalah menjadi seorang yang melakukan black campaign terhadap sesama, menyebarkan aib-aib yang sudah terkubur, berkata-kata buruk kepada sesama, dan lain-lain. Hal ini diharamkan karena mengandung perbuatan-perbuatan yang diharamkan seperti:
Pertama: Mencari-cari aib orang lain dan menggunjingnya
Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bahkan menyebutkan ancaman bagi mereka yang membuka aib seseorang,
يا معشر من آمن بلسانه ولم يدخل الإيمان قلبه لا تغتابوا المسلمين ولا تتبعوا عوراتهم فإن من تتبع عوراتهم تتبع الله عورته، ومن تتبع الله عورته يفضحه في بيته
“Wahai orang-orang yang beriman sebatas lisan dan belum masuk ke hatinya. Janganlah kalian menggunjing kaum muslimin dan mencari-cari aib mereka. Barangsiapa yang gemar mencari aib orang lain, Allah akan bongkar aibnya. Barangsiapa yang Allah bongkar aibnya, maka Allah akan bongkar aibnya di rumahnya.” (HR. Ahmad no. 18940)
Kedua: Menyebarkan hoaks
Berita yang belum jelas kebenarannya atau bahkan disengaja kedustaannya adalah salah satu keburukan yang dikerjakan oleh buzzer. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
اِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ اَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌۙ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang senang atas tersebarnya (berita bohong) yang sangat keji itu di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang sangat pedih di dunia dan di akhirat. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nur: 19)
Belum lagi, jika yang dilakukan oleh buzzer ini dibenarkan oleh sebagian orang, kemudian mereka turut menyebarkannya, kita tidak bisa membayangkan betapa berat pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah ‘Azza Wajalla. Semoga Allah jauhkan kita dari golongan orang-orang yang menebar keburukan di tengah kaum muslimin.
Baca juga: Bersikap Hati-Hati dalam Menyebarkan (Share) Berita
***
Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.
Artikel asli: https://muslim.or.id/90132-hukum-buzzer-dalam-islam.html